Jumat, 21 Maret 2014

Indonesia di Tengah Pusaran Globalisasi




Kita melarat karena beum sepenuhnya bebas dari cengkraman kekuatan asing. Masyarakat tidak mengetahui bahwa produksi minyak nasional sebesar sekitar 1juta barrel/hari sekarang ini sudah didominasi oleh korporasi asing. disamping itu muatan laut indonesia sebesar 46,8% dikuasai oleh kapal berbendera asing, lebih dari 50% perbankan nasional dikuasai asing,telekomunikasi dikendalikan asing (Indosat dimiliki Termasek Singapura, disamping 35% saham Telkom, dan 98% saham XL juga milik asing), bahkan perjanjian kerja sama pertahanan dengan Singapura telah merugikan kepentingan pertahanan keamanan Indonesia.
Pasal-pasal pengamanan kepentingan asing ini terutamaterlihat dalam UU penanaman modal asing, tepatnya pada bab V "Perlakuan terhadap penanaman modal."Bab ini bahkan lebih liberal dari negara-negara maju, karena tidak disertai dgn escape clause sebagai langkah pengamanan kepentingan dalam negeri. Mereka menguasai ekonomi (tetapi sesungguhnya juga politik dan pertahanan keamanan) kita lewat apa yg dinamakan state-hijacked corruption, yakni korupsi yg menyandra negara.
UU penanaman modal asing tsb beserta peraturan presiden No.76 dan 77 tahun 2007 sesungguhnya merupakan coup de grace/pukulan telak dan mematikan bagi penegakan kedaulatan ekonomi kita. Pemerintahan SBY telah membuatkan jalan tol nan mulus bagi korporasi asing untuk menguasai perekonomian Indonesia.
Mengapa Indonesia takut untuk meminta negosiasi? Kalau nasionalisasi dianggap terlalu ekstrem,terlalu revolusioner,bukankah ada jalan lain untuk mencapai keadilan demi perbaikan nasib Indonesia sendiri. Haruskah bangsa ini ditentukan oleh selembar kertas perjanjian yg tdk berasas pd keadilan? Perjuangan harus jalan terus. Bukankah Bung Karno pernah mengajarkan for a fighting nation, there is no journey's end. Bagi bangsa pejuang tidak ada stasiun akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar