Rabu, 23 April 2014

Politik Uang Merajalela


Menjelang tanggal 9April2014 kemarin, dimana-mana sudah banyak spanduk caleg yang terpampang. Kampanye pun marak dilaksanakan oleh setiap caleg. Bahkan, politik uang pun mereka halalkan demi mendapat perolehan suara terbanyak dalam pemilu legislatif tgl9 itu. Politik uang sendiri adalah kegiatan membagikan uang agar masyarakat memilih nama mereka atau partai yang mereka ikuti. Hal tersebut merupakan pelanggaran dalam kampanye. Namun, hal tersebut seperti sudah mendarah daging di kepribadian masyarakat indonesia.
Politik uang sebenarnya akan menyebabkan nilai-nilai demokrasi luntur. Oleh karenanya, jangan sampai ada pihak yang seolah-olah mendukung politik uang ini. Politik uang harus tidak ada. Kalau masih terjadi dan sulit diberantas, maka perlu adanya pengaturan secara rinci melalui undang-undang. 
Seperti isu yang terjadi baru-baru ini, pada acara kampanye Hanura beberapa waktu yang lalu (walau belum tentu dilakukan oleh pihak Hanura atau tanpa sepengetahuan pimpinan Hanura) berupa pemberian uang bensin atau sebagai ganti uang transport simpatisan yang hadir pada acara kampanye tersebut. Kejadian seperti ini dapat memancing pihak lain untuk melakukan hal serupa. Apabila tidak dibendung dengan sebuah kesepakatan bersama atau dengan perincian undang-undang, maka akan "bergerak" menjadi "liar". Ini berbahaya. Maka pihak yang berwenang perlu mencari inisiatif untuk menangani masalah ini. Misalnya dengan suatu pengaturan tertentu. Hingga pemilu saat ini, pihak yang kontra terhadap politik uang masih kesulitan untuk "menghalaunya".
Dari terjadinya politik uang di kawasan masyarakat tertentu dalam hal keterlaksanaannya dapat dibagi menjadi tiga: Pertama; penerima bersedia menerima pemberian sekaligus bersedia memilih caleg pemberi. Kedua; penerima bersedia menerima pemberian tetapi tidak bersedia memilih caleg pemberi. Ketiga; penerima tidak bersedia menerima pemberian dari caleg.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar